Laman

Minggu, 15 April 2012


“MASA BERMAIN, MASANYA ANAK-ANAK”


Masa kanak-kanak adalah masa yang menyenangkan. Dimana dan berbagai hal apapun ingin diketahuinya. Masa seperti inilah anak-anak tepat untuk memperoleh pembelajaran yang efektif. Selain masa belajar yang baik, anak-anak juga senang dengan bermain-main dimasa nya ini. Apapun permainannya pasti mereka lakoni.
Indahnya jika semua anak Indonesia bisa merasakan namanya bermain dan belajar. Namun kenyataanya tidak semua anak Indonesia yang bisa menikmati belajar dan bermain dengan teman sebayanya.Kenyataan ini saya lihat dekat lingkungan sekitar rumah dan di siaran di televisi. Kita patut besyukur jika masa kecil kita begitu indah. Kita bisa menikmati kebersamaan keluarga, mengenyam pendidikan, dan bermain. Sayangnya ini tidak dialami dengan seorang anak kecil bernama Sari. Ia anak berusia 5 tahun, yang tinggal di daerah jawa timur. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Ibu dan ayahnya telah lama bercerai ketika sari masih bayi. Semua kebutuhan Sari dipenuhi oleh sang nenek.Keadaan ini sangat menyedihkan, selain nenek harus mengurusi sang cucu, nenek juga harus mengurusi suaminya yang jatuh sakit. Suaminya sudah tidak bisa melakukan aktifitas apapun.  Seluruh badanya lumpuh, yang bisa dilakukan hanya tidur. Segala aktifitasnya dilakukan di tempat tidur. Jadi semua tanggung jawab berada pada nenek.Nenek ini kegiatan sehari-harinya adalah pergi kehutan untuk memetik sayur  paku yang akan dijualnya dengan berkeliling desa bersama Sari (cucunya). Nenek pergi untuk mencari sayur pakuk ke hutan, Sarilah yang menemani Kakeknya. Dialah yang memberi kakeknya makan, ia begitu sabar menyuapi kakeknya. Sedih sekali saya melihat kenyataan ini, dimana seharusnya Sari mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya, mengenyam pendidikan, dan masa-masa bermain, tetapi diposisi ini ia harus menikmati kehidupannya yang jauh dari masa-masa itu.Wajahnya tak pernah menampakkan kesedihan. Ia begitu menikmati kehidupannya. Saat neneknya datang dari hutan, Sari selalu memaksakan dirinya untuk mengikuti neneknya berjualan. Ia sampai menangis jika neneknya tidak mengijinkan ia ikut berjualan. Berkilo-kilo ia lalui untuk menemani neneknya berjualan, sungguh anak yang kuat dan tegar.Selain itu, Sari sudah menggangap sang nenek dan kakek adalah orang tua kandungnya. Yang ia tau hanya nenek dan kakeknyalah. Padahal tetangga-tetangganya selalu menanyakan Sari itu anak siapa. Begitu ironis dan tragis jika saya melihat keadaan Sari.
Lain lagi dengan hal yang saya lihat tadi pagi. Begitu banyak anak-anak dibawah umur yang mengamen. Saya melihat ini di depan halte Universitas Pancasila. Banyak anak-anak berkerumun, untuk mencari angkot mana yang tepat mereka naiki, dimana mereka akan menghibur penumpangnya dengan cara mengamen. Jika kita lihat,  tindakan itu membahayakan anak tersebut. Mereka harus bersaing dengan pengamen-pengamen yang lebih besar dari mereka, mereka juga harus melawan padatnya arus lalu lintas. Bisa saja mereka karena lalainya terjadi kecelakaan. Resiko seperti itulah yang harus mereka hadapi di tengah hiruk pikuknya kota Jakarta.
Selain di dekat halte Universitas Pancasila, pemandangan yang sama juga saya lihat di daerah rekreasi setu babakan. Begitu banyak anak-anak kecil yang kesehariannya mengamen. Padahal apa yang mereka nyayikan tidak begitu jelas, dan iramanyapun tidak beraturan. Kapan mereka akan bisa menikmati masa-masa belajar, bermain? Kemanakah dana APBN yang dianggarkan untuk pendidikan. Masih banyak warga miskin kita yang anak-anaknya harus ikut bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dimana mereka seharusnya menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar, bermain dan bersenag- sengang dengan teman sebayanya. Kapankah kita akan melihat anak-anak bisa menikmati masa-masa yang seharusnya mereka nikmati? Buatlah tersenyum anak-anak Indonesia ini . Semoga pemerintah bisa lebih mengambil kebijaksanaan yang arif untuk mengatasi permasalahan anak-anak di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar