Koperasi Menghadapi Era
Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari
kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses
menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di
dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang
mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu
tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek
yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi
tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara
yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara
kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi
cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh
terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte
merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun
1985.
Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang
bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang
semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran
transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya
penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha
Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat
tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan
inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak
positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi , akan tetapi kurang menguntungkan
sektor pertanian khususnya produk makanan.
Kinerja ekspor UKM lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga
seperti malaysia, Filipina dan UKM, baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam
hal divesifikasi produk. Ini menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi
pada produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian
jadi, meubel.
Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor
Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis,
baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka
panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia,
teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah
strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin
kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke
sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu.
Koperasi di
Era Globalisasi, Keberadaan beberapa
koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat
dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu
kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh
masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan
atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan
ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan
oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya
akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak
memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat
dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif
mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk
memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana
aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari
lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada
kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan
anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat
koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada
pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari
perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu
diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik
dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa
memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu
bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas
anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan
tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu
dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat
anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank.
Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama,
telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota,
dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi
diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat
menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting
walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi
yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih
sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha
mensejahterakan rakyat Indonesia. Seperti kata Presiden SBY
"Membangun ekonomi
Indonesia dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak bisa hanya
mengikuti model ekonomi negara lain. Yang bisa akhirnya menggangkat taraf hidup
240 juta di seluruh tanah air dari sabang sampai marauke, dari Miangas hingga
Pulau Rote adalah ekonomi rakyat "
Jadi,koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend
negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama
ini.
Sumber: http://jaggerjaques.blogspot.com/2010/11/koperasi-menghadapi-era-globalisasi.html
Prospek Koperasi
Menghadapi Globalisasi
Tantangan Globalisasi. Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan
adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap
pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi
sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak
bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah
masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri
terhadap tantangan globalisasi. Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM
harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi.
Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa
ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar
dari ancaman globalisasi. Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat
dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap
menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah
ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat bukan
pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi
mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak. Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi
sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam
ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif
di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus
modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi
terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti
globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang
kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan
struktural negara berkembang atas negara maju.
Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis,
hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia
dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau
membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina
di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita
untuk meningkatkan daya saing produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk
dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya
beli terbatas karena berpendapatan rendah.
Koperasi Juru Selamat
Saat keterpurukan perekonomian pasar yang menghasilkan
pengangguran dan kemiskinan besar-besaran di negeri ini, koperasi telah tampil
sebagai juru selamat bagi mereka yang terpinggirkan dari perekenomian
kapitalistik. Sekarang ini, koperasi telah menjadi sumber penghidupan bagi
91,25 juta orang yang sebagian besar ada di pedesaan, sedangkan usaha besar
hanya mampu menyerap 2,52 juta orang (Nasution, 2008). Pengalaman ini tentu
menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah bahwa sektor usaha koperasi dan
UMKM menjadi soko guru dan urat nadi perekonomian di negeri kita. Untuk itu
kita tidak berharap, era globalisasi menjadikan negeri kita semakin terpuruk
yang disebabkan salah strategi dalam mengelola pembangunan ekonomi dan politik.
Reformasi yang perlu digulirkan tidak saja reformasi politik, tetapi yang lebih
penting lagi adalah reformasi bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil
dan koperasi mesti harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun
ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi. Pertama, perlu adanya perubahan dan
pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian,
diharapkan koperasi memiliki daya saing dan sekaligus menjadi daya tarik bagi
anggota maupun masyarakat. Untuk meningkatkan daya saing, paling tidak ada lima
(5) prasyarat utama, yakni mereka memiliki sepenuhnya pendidikan, modal,
teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Pengembangan koperasi di
Indonesia selama ini masih pada tataran konsep yang sangat sulit untuk
diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang
tidak aktif. Semakin banyak koperasi yang sukses diikuti pula banyak koperasi
yang gagal dan bangkrut disebabkan karena ketidaksiapan sumber daya manusianya.
Kedua, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang
pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada kebutuhan pasar.
Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif
terhadap perkembangan zaman dan tantangan yang semakin global. Untuk itu
perbaikan terhadap masalah pengelolaan manajemen dan organisasi perlu terus
dilakukan.
Ketiga, lingkungan internal UMKM dan koperasi harus diperbaiki, yang
mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship),
penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem
manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan
pihak luar. Di samping itu, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang
terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar,
kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat
pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.
Keempat, kita semua harus bersepakat bahwa tujuan pendirian koperasi
benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan
perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang merupakan
modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan
akuntabel. Untuk itu strategi kerja sama antar koperasi maupun kerja sama
dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan perlu
dikembangkan, sehingga koperasi dan UMKM mampu menjadi the bigger is better dan
small is beautiful.
Peluang Dan TAntangan Koperasi Di Era Globalisasi
Pada waktu krisis
moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak
yang gulung tikar, meninggalkan hutang yang begiti besar. Usaha kecil, Menengah
dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru
sebagian besar dapat eksis dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sector
yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya
kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor
penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai missal banyak
peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Contohnya, akibat
mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih diimpor, produsen jamu (ada
membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang
lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju kepada pasar yang lebih bermakna. Seandainya
globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan sekenario terjadinya pasar bebas
dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayat koperasi. Peluang
koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan
internasional terbuka lebar asalkan koperasi dapat berbenah diri menjadi salah
satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi
lainnya. Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relative berat, karena
kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam
percaturan persaingan yang makin intens dan mengglobal. Kalu kita lihat cirri-ciri
globalisasi dimana pergerakkan barang, modal dan uang demikian bebas dan
perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing(luar negeri)sama, maka
tidak ada alasan lagi bagi suatu Negara untuk menidurkan para pelaku ekonomi
(termasuk koperasi)yang tidak efisien dan kompetitif.
Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Era Globalisasi
E.F.
Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John Naisbitt
(1944)
merasa
percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil,
otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan
kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk
berperan lebih banyak. Oleh karena itu. paradigms pengembangan ekonomi rakyat
layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam
Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara "ekonomi
rakyat" dan "ekonomi konglomerat" dengan
kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat "sejak dari sananya" adalah
"ekonomi pertumbuhan", maka ekonomi rakyat adalah "ekonomi
pemerataan".Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh,
serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama,
dengan hak suara sama.
Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang
dilakukan koperasi ternyata dapat member laba finansial, semua pihak akan turut
menikmati laba tersebut. untuk mengembangkan
koperasi
banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi
internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling
berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik. Manuver
koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan kopearasi dan
kesejahteraan anggota, mealinkan untuk keuntungan politis kelompok tertentu..
Sebagai contoh, mislanya KUD (Koperasi Unit Desa) diplesetkan menjadi
"Ketua Untung Dulu", tentunya menggambarkan yang diuntungkan koperasi
adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus
koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan,
sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang non koperasi
dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi. Dari
sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks
pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di
alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik, maka agenda
ekonomi kOnkret tidak dapat diwujudkan.
Koperasi jadi impoten, di mana fungsi sebagai wahana
mobilisasi tidak dan perjuangan
perekonomian
rakyat kecil tidak berjalan. Jadi langkah pembenahan koperasi, Pertama-tama harus dapat
merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang
ada. Untuk mengganti mentalitas pencarian rente yang oportunitis, dibutuhkan
upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan angota
koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen
koperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap paasr, sistem
pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal
mendatang. Ketiga, strategi
integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi
antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling
menguntungkan. Ke dalam, koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanya
sebagai
pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi suarat-syarat penghematan
biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran
kesempatan kerhja. Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi
akan
memadukan istrilah the bigger is better dengan small is beautiful.
Sumber: http://eprints.undip.ac.id/13998/1/Eksistensi_Koperasi_Peluang_dan_Tantangan_Di_Era_Pasr_Global....Purbayu_Budi_Santosa_(OK).pdf