MASALAH
PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA SAAT INI
(PENEGAKKAN
HUKUM DI INDONESIA” RUNCING KEBAWAH TUMPUL KEATAS”)
Indonesia adalah negara
hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh
aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun
selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil
amandemen. Dimanapun juga,
sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum
yang adil dan tegas. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan
dalam menangani setiap kasus pidana. Seperi istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul Keatas’
itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hokum
di Indonesia. Apakah kita semua merasakannya? Apakah kita bisa melihat
kenyataanya? Saya yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga melihat
kenyataanya, berikut uraian secara singkat bagaimanakah kondisi penegakkan
hukum di Negara Indonesia.
Kondisi
Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian.
Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan kualitas hukum, ketidakjelasan
berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga
lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan
dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara
bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai
jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan
hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena
hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk
melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai
rutinitas belaka tetapi tetapi juga dipermainkan seperti barang
dagangan . Hukum
yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit .
Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti,
mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses
peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di
negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti
yang didiskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu
menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat (laws
are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their
meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). Orang biasa
yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti Hamdani yang ‘mencuri’
sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek
Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang
‘numpang’ ngecas handphone di sebuah
rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji
semangka langsung ditangkap dan dihukum. Sedangkan seorang pejabat negara yang
melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran
dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang
hokum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan
dan nama. Proses hokum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan
menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari
tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya
saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader
dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6
tahun penjara, kasus Bank Century, Kasus Nazarudin, BLBI, Artalita, Nunun
Nurbaeti, Miranda Gultom dan masih banyak lagi,hamper semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum
mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan
Negara dan masyarakat kita. Kapankan ini semua akan berakhir?
Kondisi yang demikian atau
katakanlah kualitas dari penegakan hukum yang buruk seperti itu akan sangat
berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental
rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan
mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan
tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika
keadilan terus menerus dihindari bukan tidak tidak
mungkin pertahanan
dan keamanan bangsa menjadi
taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa
perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang
kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.Dengan kata lain, situasi
ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah
satu titik problem yang harus segera ditangani. Mental korup yang merusak serta
sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap hukum jelas bukan karakter atau
jati diri bangsa Indonesia. Pada sisi lain, nilai ketidakadilan akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan, egoisme dan individualisme yang
jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh mufakat.
Lalu
pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di
Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh
faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, ketujuh faktor tersebut yaitu,
Pertama,
lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini, untuk
menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata
lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang
didengung-dengungkan pada saat kampanye.
Kedua, peraturan perundang-undangan
yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa
ketimbang kepentingan rakyat.
Ketiga,
rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum
aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.
Keempat,
minimnya
sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan
hukum.
Kelima,
tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang
respek terhadap hukum.
Keenam,
paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih mengutamakan
tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan substansial
(substantial justice).
Ketujuh, kebijakan (policy) yang
diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan
penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan
tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan
hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak
(urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut
ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Sebagai
masyarakat Indonesia, negeri ini butuh penegakkan hokum yang adil dan tegas.
Tidak ada diskriminasi dalam penegakkanya, masyarakat Indonesia begitu haus
dengan penegakkan hukum yang adil. Bangkitlah Penegakkan Hukum Negeriku. :)
Sumber Referensi: Kompas 2010
ASLKM ,,,,
BalasHapusLAZ AR-RAHMAH MAKASSAR YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENGUMPULAN DAN PENDISTRIBUSIAN ZAKAT, INFAQ,DAN SEDEKAH, MENAWARKAN KEPADA BAPAK, IBU, SAUDARA, TEMAN-TEMAN UNTUK MENJADI DONATUR DI LEMBAGA KAMI..BAGI YANG BERMINAT BISA MENGHUBUNGI KAMI DI NO
.0411 514 810
(082188950648),,
(085 256 668 824)
BISA DIJEMPUT ATAU MELALUI REKENING BANK MUAMALAT (ZISWAF) : 801.13157.22 A.N PRIHASTUTI BDN LAZ AR-RAHMAH
"SEMOGA ALLAH MEMBERIKAN PAHALA ATAS APA YANG ANDA BERIKAN DAN MEMBERIKAN KEBERKAHAN PADA REZEKI YANG TERSISA "( HR.NASA'I )
ALAMAT KANTOR : JL.PAJJAIYANG NO.17 B DAYA KEC.BIRINGKANAYYA MAKASSAR
Email : lazarrahmah@gmail.com