"KEEGOISANKU MEMBAWA
PERTENGKARAN"
Egois,
mungkin itu kata yang tepat untuk saya. Saya menyadari akan keegoisan saya,
mengakui bahwa itulah kekurangan diri saya. Egois merupakan sifat yang pasti
ada dalam setiap jiwa manusia, namun kprosenyasenya berbeda-beda. Ada yang bisa
mengontrol keegoisannya, ada yang benar-benar tidak bisa mengendalikannya. Egois
adalah tingkah laku yang ingin mementingkan kehendak diri sendiri, mengutamakan
apa yang kita inginkan.
Saya
akan sedikit bercerita dengan pengalaman pribadi saya. Saya memiliki teman
dekat seorang laki-laki. Kurang lebih kita sudah saling dekat 1 tahun 3 bulan.
Cukup lama ya. Dia mengetahui semua sikap baik buruk saya. Kesukaan saya, apa
yang tidak saya suka, hobi saya dan lain-lain. Dengan dialah saya bisa berbagi
dengan setiap rutinitas yang saya jalani setiap harinya. Jadi apa hubungan
dengan judul diatas? Keegoisan membawa pertengkaran? Banyak sekali
hubungannya. Akan saya jelaskan satu-satu. Hari ini tepatnya sabtu, 07 april
2012. Pagi ini rutinitas pagi saya adalah kuliah. Saya akan mengikuti kuliah
jam 09.30 WIB. Saya akan mengikuti praktikum Manajemen Keuangan. Praktikum ini
selesai pukul 11.30, nah selesai praktikum ini saya berniat untuk bertemu dengan
teman dekat saya ini (sidia), setelah mencoba untuk berkomunikasi dengan dia,
dia menyatakan kesediaannya untuk bertemu saya setelah santap siang. Saya pun
juga menyanggupinya, dan begitu senang bisa bertemu dengan teman dekat. Selang
20 menit menempuh perjalanan untuk bertemu, saya mencoba untuk meminggirkan
kendaraan saya ketepi jalan. Saya mnecoba untuk menghubunginya kembali. Saya
telepon hingga sekian kali, telepon saya tidak diangkat, tidak ada jawaban sama
sekali. Ya Tuhan begitu kesal saja rasanya. Setelah mengetahui tidak ada
jawaban sama sekali, saya memutuskan untuk pulang kerumah saja. Dengan hati
yang sedikit kesal saya pergi kerumah. Ternyata sampai didepan gerbang rumah
saya melihatnya, melihat dia dengan keadaan yang basah kuyup, dan badan yang
kotor. Dia menegur saya, tapi saya hanya menegur dengan seadainya, dengan
senyuman yang sedikit memaksa. Hati ini kenapa begitu kesal melihatnya.
Tuhan
padahal ini hanya masalah yang begitu sepele, hanya masalah ketidakjelasaan
keegoisan saya membutakan segalanya. Sampai masuk rumahpun saya masih begitu
merasa kesal. Menaruh tas, mengganti pakaian masih saja saya merasakan
kekesalan yang tak kunjung reda. Keegoisan ini begitu labil, kadang merasakan
seperti ini tapi terkadang juga tidak merasakannya, malahan saya merasa
bersikap acuh tak acuh saja. Setelah duduk sendirian di depan layar laptop,
hati ini sedikit begitu tenang. Rasa amarahpun mulai mereda. Selang beberpa
menit saya mengintrospeksi kesalahan apa yang telah saya lakukan tadi kepada
dia. Saya mencari apa yang telah saya lakukan. Saya sadar seharusnya saya tidak
melakukan hal seperti itu, salah, salah besar apa yang telah saya lakukan.
Seharusnya saya lebih bisa mengendalikan amarah saya. Saya bisa berfikir lebih
positif dan tenag dengan apa yang terjadi.
Saya
mengakui kesalahan saya, kejadian ini membuat hubungan saya dengannya menjadi tidak
baik perselisihanpun terjadi. Sebenarnya kejadian seperti ini begitu sering
terulang, saya terlalu sering menyinggung, tidak menghargai, dan tidak pernah
mengerti bagaimana kondisinya dia. Sebagai seorang perempuan yang akan selalu
timbuh menjadi bijaksana dan dewasa, saya bisa mengubah pola piker yang sempit
ini, menjadi pola piker yang lebih cerdas dan arif.
Tak
lama kemudian dia menelpon saya untuk meminta kejelasan. Ya, saya mengakui
kesalahan saya. Saya berkata kepada di: “ ade (panggilan dia untuk saya) memang
salah abang, ade mengakui ade tidak pernah mengerti keadaan abang, tapi ade
engga tau kenapa tiba-tiba ade begitu kesal mengetahui ketidakjelasan kita
untuk bertemu”. Dia pun menjawab apa yang saya tuangkan tadi, Abnag: “ ade itu
kenapa?, abang jadi enggak ngerti dengan sikap ade yang seperti itu, tadi abang
dipanggil senior abang, ada keperluan mendadak sebentar. Tadi abang dengar
telepon ade, tapi abang nggak bisa angkat karena lagi sama senior”. Ya itulah
sedikitnya apa yang telah dia bicarakan kepada saya. Saya malu dan menyesal dengan apa yang telah
saya lakukan dan perbuat kepada dia. Maafkan saya abang, saya kan mencoba untuk
tidak mengulangi itu lagi, dan lebih bisa mengendalikan rasa egois ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar