“MASA BERMAIN, MASANYA
ANAK-ANAK”
Masa
kanak-kanak adalah masa yang menyenangkan. Dimana dan berbagai hal apapun ingin
diketahuinya. Masa seperti inilah anak-anak tepat untuk memperoleh pembelajaran
yang efektif. Selain masa belajar yang baik, anak-anak juga senang dengan
bermain-main dimasa nya ini. Apapun permainannya pasti mereka lakoni.
Indahnya
jika semua anak Indonesia bisa merasakan namanya bermain dan belajar. Namun kenyataanya
tidak semua anak Indonesia yang bisa menikmati belajar dan bermain dengan teman
sebayanya.Kenyataan ini saya lihat dekat lingkungan sekitar rumah dan di siaran
di televisi. Kita patut besyukur jika masa kecil kita begitu indah. Kita bisa
menikmati kebersamaan keluarga, mengenyam pendidikan, dan bermain. Sayangnya ini
tidak dialami dengan seorang anak kecil bernama Sari. Ia anak berusia 5 tahun,
yang tinggal di daerah jawa timur. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Ibu dan
ayahnya telah lama bercerai ketika sari masih bayi. Semua kebutuhan Sari
dipenuhi oleh sang nenek.Keadaan ini sangat menyedihkan, selain nenek harus
mengurusi sang cucu, nenek juga harus mengurusi suaminya yang jatuh sakit. Suaminya
sudah tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Seluruh badanya lumpuh, yang bisa dilakukan
hanya tidur. Segala aktifitasnya dilakukan di tempat tidur. Jadi semua tanggung
jawab berada pada nenek.Nenek ini kegiatan sehari-harinya adalah pergi kehutan
untuk memetik sayur paku yang akan
dijualnya dengan berkeliling desa bersama Sari (cucunya). Nenek pergi untuk
mencari sayur pakuk ke hutan, Sarilah yang menemani Kakeknya. Dialah yang memberi
kakeknya makan, ia begitu sabar menyuapi kakeknya. Sedih sekali saya melihat
kenyataan ini, dimana seharusnya Sari mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang
tuanya, mengenyam pendidikan, dan masa-masa bermain, tetapi diposisi ini ia
harus menikmati kehidupannya yang jauh dari masa-masa itu.Wajahnya tak pernah
menampakkan kesedihan. Ia begitu menikmati kehidupannya. Saat neneknya datang
dari hutan, Sari selalu memaksakan dirinya untuk mengikuti neneknya berjualan. Ia
sampai menangis jika neneknya tidak mengijinkan ia ikut berjualan. Berkilo-kilo
ia lalui untuk menemani neneknya berjualan, sungguh anak yang kuat dan tegar.Selain
itu, Sari sudah menggangap sang nenek dan kakek adalah orang tua kandungnya. Yang
ia tau hanya nenek dan kakeknyalah. Padahal tetangga-tetangganya selalu
menanyakan Sari itu anak siapa. Begitu ironis dan tragis jika saya melihat
keadaan Sari.
Lain
lagi dengan hal yang saya lihat tadi pagi. Begitu banyak anak-anak dibawah umur
yang mengamen. Saya melihat ini di depan halte Universitas Pancasila. Banyak anak-anak
berkerumun, untuk mencari angkot mana yang tepat mereka naiki, dimana mereka
akan menghibur penumpangnya dengan cara mengamen. Jika kita lihat, tindakan itu membahayakan anak tersebut. Mereka
harus bersaing dengan pengamen-pengamen yang lebih besar dari mereka, mereka
juga harus melawan padatnya arus lalu lintas. Bisa saja mereka karena lalainya
terjadi kecelakaan. Resiko seperti itulah yang harus mereka hadapi di tengah
hiruk pikuknya kota Jakarta.
Selain
di dekat halte Universitas Pancasila, pemandangan yang sama juga saya lihat di
daerah rekreasi setu babakan. Begitu banyak anak-anak kecil yang kesehariannya
mengamen. Padahal apa yang mereka nyayikan tidak begitu jelas, dan iramanyapun
tidak beraturan. Kapan mereka akan bisa menikmati masa-masa belajar, bermain? Kemanakah
dana APBN yang dianggarkan untuk pendidikan. Masih banyak warga miskin kita
yang anak-anaknya harus ikut bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari
dimana mereka seharusnya menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar, bermain
dan bersenag- sengang dengan teman sebayanya. Kapankah kita akan melihat
anak-anak bisa menikmati masa-masa yang seharusnya mereka nikmati? Buatlah tersenyum
anak-anak Indonesia ini . Semoga pemerintah bisa lebih mengambil
kebijaksanaan yang arif untuk mengatasi permasalahan anak-anak di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar